Status Hasil Kerja di Bank Setelah Pensiun
Ada orang yang puluhan tahun kerja di bank karena tidak tahu bahwa itu sumber riba. Selema karirnya di bank, dia memiliki rumah, tanah, mobil, tabungan ratusan juta dan perhiasan. Setelah pensiun, dia mulai banyak belajar. Dari sana dia sadar, selama bekerja, dia telah melakukan banyak transaki riba. Sehingga semua hartanya, hasil riba.
Apakah dia harus mensedekahkan semua hartanya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Setiap muslim harus selalu merasa resah dengan setiap harta haram yang dia miliki. Karena ini menyangkut keselamatan dirinya dunia akhirat.
Dari Khoulah al-Anshariyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُوْنَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya ada beberapa orang beraktivitas dengan harta Allah dengan cara tidak benar, sehingga mereka berhak mendapatkan neraka di hari kiamat. (HR. Ahmad 28078, Bukhari 3118, dan yang lainnya)
Dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengancam,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِالْحَرَامِ
“Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan yang haram.” (HR. Al-Bazzar dalam musnadnya no. 43)
Dua Macam Harta Haram Hasil Transaksi
Harta haram yang diperoleh manusia ada dua,
Pertama, harta haram yang diperoleh dengan cara dzalim
Seperti mencuri, merampok, merampas, korupsi, menipu, dst.
Satu-satunya cara bertaubat untuk harta haram karena hasil kedzaliman adalah dengan mengembalikan harta itu kepada yang berhak.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
مَنْ كَانَ عِنْدَهُ لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْ حَسَناَتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah mendzalimi saudaranya, hendaklah ia segera minta dihalalkan pada hari ini, sebelum datang suatu hari, saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari 6534)
Kedua, harta haram yang diperoleh dengan cara suka sama suka
Seperti hasil jual beli barang haram, hasil jasa haram, seperti penyanyi, wanita penghibur, perzinaan, dst. Termasuk posisi sebagai pegawai bank ribawi.
Untuk jenis kedua ini, ulama membaginya menjadi 2,
Pertama, dia melakukan pekerajaan haram itu, sebelum dia tahu bahwa itu haram
Dalam kasus ini, dia dibolehkan memanfaatkan setiap harta yang dia peroleh selama dia bekerja, di masa sebelum dia tahu bahwa itu haram.
Sebelum turun ayat yang melarang Khamr, minuman ini menjadi salah satu komoditas perdagangan sebagian penduduk Madinah. Khamr dijual di daerah syam, sehingga menjadi salah satu sumber penghasilan sebagian penduduk Madinah. Ketika Khamr diharamkan, kita tidak menjumpai riwayat yang menyebutkan bahwa mereka meninfakkan harta hasil penjualan khamr di masa silam itu.
Kedua, dia melakukan pekerjaan yanng haram itu, setelah dia tahu bahwa itu haram.
Dalam kondisi ini, dia terlarang memanfaatkan harta itu, dan wajib dia salurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Dalam ragka membebaskan diri dari harta haram.
Kita simak keterangan dari Syaikhul Islam,
وما قبضه الإنسان بعقد مختلف فيه يعتقد صحته لم يجب عليه رده في أصح القولين، ومن كسب مالاً حرامًا برضاء الدافع ثم تاب: كثمن خمر ومهر البغي وحلوان الكاهن، فالذي يتلخص من كلام أبي العباس أن القابض إذا لم يعلم التحريم ثم علم جاز له أكله، وإن علم التحريم أولاً ثم تاب فإنه يتصدق به. كما نص عليه أحمد في حامل الخمر
Harta yang diperoleh seseorang dari transaksi yang dia yakini keabsahannya, maka tidak wajib untuk dia kembalikan, menurut pendapat yang kuat. Dan orang yang mendapatkan harta haram, dengan kerelaan orang yang memberikannya, kemudian dia bertaubat, seperti hasil menjual Khamr, upah wanita pezina, dan hasil perdukunan, kesimpulan dari keterangan Ibnu Taimiyah (Abul Abbas) untuk kasus ini adalah bahwa yang menerima jika tidak tahu bahwa itu haram, kemudian dia baru tahu bahwa itu haram, maka dia boleh memakannya. Sementara jika sebelumnya dia sudah tahu bahwa itu haram kemudian bertaubat, maka wajib mensedekahkannya. Sebagaimana yang ditegaskan Imam Ahmad tentang upah kurir khamr. (al-Mustadrak ‘ala Majmu’ Fatawa Sayikhul Islam, 4/77).
Dari kasus yang disampaikan, jika dia bisa memastikan bahwa selama menjadi pegawai bank dia benar-benar tidak tahu bahwa itu haram, atau ketika dia berkarir di bank, dia meyakini bahwa itu halal, maka dia boleh memanfaatkan harta miliknya.
Namun jika dia sudah tahu, hanya saja dia tidak mau perhatian, dan tetap nekad menjadi pegawai bank, maka dia harus memisahkan gajinya dari bank, dan menyerahkannya untuk kemasalahan umat islam
Demikian,
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits